"Siapakah yang tidak kenal dia?"
Ataukah saat ini lebih cocok bertanya "Siapakah yang kenal dia?"
Ironisnya, mungkin saat ini
hanya satu dari sekian anak yang mengenal beliau dibanding Harry Potter.
Simak yuk kisah teladan Muhammad Al-Fatih dan sejarah kota Istanbul yang indah...
InsyaAllah Anda tidak akan kecewa membaca kisahnya,
memberi inspirasi untuk meneladaninya.
Muhammad Al-Fatih: The Conqueror
Kota
Istanbul memang unik, penuh dengan sejarah yang besar dan menentukan
arah peradaban. Tokohnya adalah Muhammad II atau lebih dikenal sebagai
Sultan Muhammad Al-Fatih.
Menerima Jabatan Khalifah Sejak Belia
Usia
beliau masih sangat muda, boleh dibilang masih kanak-kanak tatkala
ayahandanya, Sultan Murad II, pensiun dini dari mengurus khilafah. Sang
Ayah berniat untuk beruzlah di tempat yang sepi dari keramaian politik.
Roda kepemimpinan diserahkan kepada puteranya, Muhammad, yang sebenarnya
saat itu masih belum cukup umur. Mengingat saat itu wilayah Islam sudah
membentang luas dari Maroko sampai Marouke.
Namun
kebeliaannya tidak membuat prestasinya berkurang. Justru sejarah
mencatat bahwa di masa kepemimpinan beliau, silsilah khilafah Bani
Utsmani mencapai kejayaan terbesarnya, yaitu menaklukkan benua Eropa
sebagaimana yang dijanjikan sebelumnya oleh Rasulullah SAW.
Kecakapan
Muhammad cukup masuk akal, mengingat sejak kecil beliau telah
mendapatkan berbagai macam pembinaan diri dan pendalaman ilmu-ilmu
agama. Sang Ayah memang secara khusus meminta kepada para ulama untuk
mendidiknya, karena nantinya akan menjadi khalifah tertinggi. Mulai dari
bahasa Arab, tafsir, hadits, fiqih sampai ke ilmu sistem pengaturan
negara, telah beliau lahap sejak usia diri. Bahkan termasuk ilmu
strategi perang dan militer adalah makanan sehari-hari.
Siapa Yang Jadi Khalifah?
Sultan
Murad II berhenti dari jabatannya di tengah begitu banyak problem, baik
internal maupun eksternal. Sementara khilafah sedang menghadapi
serangan bertubi-tubi dari tentara kerajaan Romawi Timur.
Sebagai
khalifah yang masih sangat belia, Muhammad Al-Fatih kemudian
berinisiatif untuk mengirim utusan kepada ayahandanya dengan membawa
pesan. Isinya cukup unik untuk mengajak sang ayahanda tidak berdiam diri
menghadapi masalah negara.
“Siapakah
yang saat ini menjadi khalifah: saya atau ayah? Kalau saya yang menjadi
khalifah, maka sebagai khalifah, saya perintahkan ayahanda untuk datang
kemari ikut membela negara. Tapi kalau ayahanda yang menjadi khalifah,
maka seharusnya seorang khalifah berada di tengah rakyatnya dalam
situasi seperti ini”
Menembus Eropa
Setiap
pahlawan Islam selalu bercita-cita untuk menjadi orang yang dimaksud
Rasulullah SAW dalam haditsnya sebagai panglima yang terbaik dan
tentaranya tentara yang terbaik dan membebaskan Konstantinopel agar
terbebas dari kekuasaan Romawi.
Sudah
sejak Rasulullah SAW masih hidup, beliau sudah berupaya menjadikan
penguasa di Konstatinopel menjadi muslim. Selembar surat ajakan masuk
Islam dari nabi SAW telah diterima Kaisar Heraklius di kota ini.
Dari Muhammad utusan Allah kepada Heraklius raja Romawi.
Bismillahirrahmanirrahim, salamun ‘ala manittaba’al-huda, Amma ba’du,
Sesungguhnya
Aku mengajak anda untuk memeluk agama Islam. Masuk Islam lah Anda akan
selamat dan Allah akan memberikan Anda dua pahala. Tapi kalau Anda
menolak, Anda harus menanggung dosa orang-orang Aritsiyyin.”
Dikabarkan
bahwa saat menerima surat ajakan masuk Islam itu, Kaisar Heraklius
cukup menghormati dan membalas dengan mengirim hadiah penghormatan.
Namun dia mengakui bahwa dirinya belum siap untuk memeluk Islam.
Di
masa shahabat, tepatnya di masa pemerintahan khalifah Umar radhiyallahu
‘anhu, Khalid bin Walid dikirim sebagai panglima perang menghadapi
pasukan Romawi. Khalid memang mampu membebaskan sebagian wilayah Romawi
dan menguasai Damaskus serta Palestina (Al-Quds). Tapi tetap saja
ibukota Romawi Timur saat itu, Konstantinopel, masih belum tersentuh.
Sultan
Shalahuddin Al-Ayyubi, pahlawan yang merebut Al-Quds sekalipun,
ternyata masih belum mampu membebaskan Konstantinopel. Padahal beliau
pernah mengalahkan serangan tentara gabungan dari Eropa pimpinan Richard
The Lion Heart dalam perang Salib. Ternyata membebaskan kota warisan
Kaisar Heraklius bukan perkara sederhana. Dibutuhkan kecerdasan,
keuletan dan tentunya, kekuatan yang mumpuni untuk pekerjaan sebesar
itu.
Dan
ternyata Sultan Muhammad Al-Fatih orangnya. Beliau adalah sosok yang
telah ditunggu umat Islam sepanjang sejarah menunggu-nunggu realisasi
hadits syarif Muhammad SAW.
Tidak
mudah memang untuk membebaskan Istanbul yang sebelumnya bernama
Konstantinopel ini. Kotanya cukup unik, karena berada di dua benua, Asia
dan Eropa. Di tengah kota ada selat Bosporus yang membentang, ditambah
benteng-benteng yang cukup merata.
Tetapi
Sultan Muhammad Al-Fatih tidak pernah menyerah. Sejarah mencatat beliau
telah memerintahkan para ahli dan insinyurnya untuk membuat sebuah
senjata terdahsyat, yaitu sebuah meriam raksasa. Suaranya saja mampu
menggetarkan nyali lawan dan berpeluru logam baja. Meriam ini mampu
menembak dari jarak jauh serta meluluh-lantakkan benteng Bosporus.
Inilah barangkali meriam terbesar yang pernah dibuat manusia.
Sebelumnya dari sejarah para penakluk, belum pernah ada tentara manapun
yang punya meriam raksasa sebesar ini.
Dalam bahasa Turki, Muhammad sering disebut dengan Fatih Sultan Mehmet. Beliau lahir 30 Maret 1432 dan wafat 3 Mei 1481.
Pribadi Shalih
Dari sisi keshalihannya, Muhammad Al-Fatih disebutkan
tidak pernah meninggalkan tahajud dan shalat rawatib sejak baligh hingga saat wafat. Dan kedekatannya kepada Allah SWT ditularkan kepada tentaranya.
Tentara
Sultan Muhammad Al-Fatih tidak pernah meninggalkan solat wajib sejak
baligh. Dan separuh dari mereka tidak pernah meninggalkan solat tahajud
sejak baligh.
Itulah barangkali kunci utama keberhasilan
beliau dan tentaranya dalam menaklukkan kota yang dijanjikan nabi SAW.
Rupanya kekuatan beliau bukan terletak pada kekuatan pisik, tapi dari
sisi kedekatan kepada Allah, nyata bahwa beliau dan tentaranya sangat
menjaga hubungan kedekatan, lewat shalat wajib, tahajjud dan sunnah
rawatib lainnya.
Sang Penakluk atau Sang Pembebas?
Karena prestasinya menaklukkan Konstantinopel, Muhammad kemudian mendapat gelar
“Al-Fatih”. Artinya sang pembebas. Barangkali karena para pelaku sejarah sebelumnya tidak pernah berhasil melakukannya, meski telah dijanjikan nabi SAW.
Namun
orang barat menyebutkan The Conqueror, Sang Penakluk. Ada kesan bila
menggunakan kata “Sang Penakluk” bahwa beliau seolah-olah penguasa yang
keras dan kejam. Padahal gelar yang sebenarnya dalam bahasa arab adalah
Al-Fatih. Berasal dari kata: fataha – yaftahu. Artinya membuka atau
membebaskan. Kata ini terkesan lebih santun dan lebih beradab. Karena
pada hakikatnya, yang beliau lakukan bukan sekedar penaklukan, melainkan
pembebasan menuju kepada iman dan Islam.
Beliau merupakan
seseorang yang sangat ahli dalam berperang dan pandai berkuda. Ada yang
mengatakan bahwa sebagian hidupnya dihabiskan di atas kudanya.
Yang
lebih menarik, meski beliau punya kedudukan tertinggi dalam struktur
pemerintahan, namun karena keahlian beliau dalam ilmu strategi perang,
hampir seluruh perjalanan jihad tentaranya ia pimpin secara langsung.
Bahkan ia tetap berangkat berjihad kendati sedang menderita suatu
penyakit.
Tata Negara dan Administrasi
Selain
sebagai ahli perang dan punya peran besar dalam hal perluasan wilayah
Islam, beliau juga ahli di bidang penataan negara, baik secara fisik
maupun dalam birokrasi dan hukum. Kehebatan beliau dalam menata
negerinya menjadi negeri yang sangat maju diakui oleh banyak ilmuwan.
Bahkan secara serius belaiu banyak melakukan perbaikan dalam hal
perekonomian, pendidikan dan lain-lain.
Dalam kepemimpinannya,
Istambul dalam waktu singkat sudah menjadi pusat pemerintahan yang
sangat indah dan maju di samping sebagai bandar ekonomi yang sukses.
Beliau
juga dikenal sebagai pakar dalam bidang ketentaraan, sains, matematika.
Beliau memenguasai 6 bahasa sejak berumur 21 tahun. Seorang pemimpin
yang hebat namun tawadhu’.
Mentarbiyah Tentara Satu hal yang
jarang diingat orang adalah proses pembentukan pasukan yang sangat
profesional. Pembibitan dilakukan sejak calon prajurit masih kecil. Ada
team khusus yang disebarkan ke seluruh wilayah Turki dan sekitarnya
seperti Balkan dan Eropa Timur untuk mencari anak-anak yang paling
pandai IQ-nya, paling rajin ibadahnya dan paling kuat pisiknya. Lalu
ditawarka kepada kedua orang tuanya sebuah kontrak jangka panjang untuk
ikut dalam tarbiyah (pembinaan) sejak dini.
Bila kontrak ini
ditandatangani dan anaknya memang berminat, maka seluruh kebutuhan
hidupnya langsung ditanggung negara. Anak itu kemudian mulai mendapat
bimbingan agama, ilmu pengetahuan dan militer sejak kecil. Mereka sejak
awal sudah dipilih dan diseleksi serta dipersiapkan.
Maka tidak
heran kalau tentara Muhammad Al-FAtih adalah tentara yang paling rajin
shalat, bukan hanya 5 waktu, tetapi juga shalat-shalat sunnah. Sementara
dari sisi kecerdasan, mereka memang sudah memilikinya sejak lahir,
sehingga penambahan ilmu dan sains menjadi perkara mudah.
Konstantinopel Menjadi Istambul
Setelah
ditaklukan nama Konstatinopel diubah menjadi Islambul yang berarti
“Kota Islam”, tapi kemudian penyebutan ini bergeser menjadi Istambul
seperti yang biasa kita dengar sekarang.
Sejak saat itu ibu kota
khilafah Bani Utstmani beralih ke kota ini dan menjadi pusat peradaban
Islam dan dunia selama beberapa abad. Sebab kota ini kemudian dibangun
dengan segala bentuk keindahannya, percampuran antara seni Eropa Timur
dan Arab.
Gereja dan tempat ibadah non muslim dibiarkan tetap
berdiri, tidak diutak-atik sedikit pun. Sementara khalifah membangun
gedung dengan arsitektur yang tidak kalah cantiknya dengan gedung-gedung
sebelumnya. Sepintas kalau kita lihat gedung peninggalan peradaban
masehi sama saja dengan bangunan masjid. Tetapi ternyata tetap ada
perbedaan mendasar. Selain masalah salib yang menjadi ciri gereja,
bangunan dari peradaban Islam punya dominasi lingkaran dan setengah
lingkaran.
Seorang rekan dari Maghrib (Maroko) bercerita bahwa
ada nilai falsafah di balik bentuk-bentuk lingkaran atau kubah yang kita
lihat dari bentuk masjid, yaitu bahwa Islam itu masuk ke semua dimensi.
Kejayaannya
dalam menaklukkan Konstantinopel menyebabkan banyak kawan dan lawan
kagum dengan kepimpinannya serta taktik strategi peperangannya yang
dikatakan mendahului zamannya.
Ia jugalah yang mengganti nama
Konstantinopel menjadi Islambol (Islam keseluruhannya). Kini nama
tersebut telah diganti oleh Mustafa Kemal Ataturk menjadi Istanbul.
Untuk memperingati jasanya, Masjid Al-Fatih telah dibangun di sebelah
makamnya.